kita
sama-sama teteskan darah dalam satu mangkuk
merah
kental mengaduk mengikuti irama senduk
dan
kita minum saling teguk. kita tak peduli lagi
pada
anjing-anjing kita yang mengangguk-ngangguk bimbang di muka rumah
menyalak
galak, menanti sang majikan tua memberi talak
lantas,
kau juga bisikkan kata rindu hingga aku sulit bedakan
mana
desau angin, mana sengau suaramu
anjing
kitapun kau berikan tumpah nasi, dan kau
menggerutu
bebal, “rahasia-rahasia kita terlalu rawan diudara. tentukanlah
arah
sebelum menyalak. kita disini tak sekedar main galah, tapi juga
mempertaruhkan
riwayat hayat sendiri”
kita
coba duduk kembali saling tatap, kertas dan pena telah siap,
wangi
tinta darahpun keluar liar menggerayap hidung, dan kita
mulai
merundingkan tentang sepasang kekasih bersanding
diatas
segala perbandingan dan pertandingan
tanpa
bahasa basa-basi, kita sama-sama buang serapah diatas akad
penuh
persyaratan, penuh pengisyaratan, tapi makna tak cukup terbaca oleh adat
tak
apa. nyali kita tertuntut sebab adanya nekad
bukan
karena adanya tekad
tapi,
aku keliru menafsir anjing menyalak
setitik
racun telah kureguk tanpa kurasai telah kureguk
setetes
nila telah kukecap tanpa kurasai telah kukecap
madu
terdahulu yang kupuji manisnya bermain ludah diatas lidah anjing
ambisimu
tak tertandingi disetiap perbandingan segala pertandingan
serupa
sepah menunggu sempat-----kau kerlingkan mata pada sembarang
tempat
bersama anjing menggonggongi tulang-tulang rusukmu
sementara
aku mencampur airmata ini
dengan
darahku dan darahmu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar