Halaman

Sabtu, 28 Januari 2012

Aku, Kau, dan Anjing


kita sama-sama teteskan darah dalam satu mangkuk
merah kental mengaduk mengikuti irama senduk
dan kita minum saling teguk. kita tak peduli lagi
pada anjing-anjing kita yang mengangguk-ngangguk bimbang di muka rumah
menyalak galak, menanti sang majikan tua memberi talak

lantas, kau juga bisikkan kata rindu hingga aku sulit bedakan
mana desau angin, mana sengau suaramu

anjing kitapun kau berikan tumpah nasi, dan kau
menggerutu bebal, “rahasia-rahasia kita terlalu rawan diudara. tentukanlah
arah sebelum menyalak. kita disini tak sekedar main galah, tapi juga
mempertaruhkan riwayat hayat sendiri”

kita coba duduk kembali saling tatap, kertas dan pena telah siap,
wangi tinta darahpun keluar liar menggerayap hidung, dan kita
mulai merundingkan tentang sepasang kekasih bersanding
diatas segala perbandingan dan pertandingan

tanpa bahasa basa-basi, kita sama-sama buang serapah diatas akad
penuh persyaratan, penuh pengisyaratan, tapi makna tak cukup terbaca oleh adat
tak apa. nyali kita tertuntut sebab adanya nekad
bukan karena adanya tekad

tapi, aku keliru menafsir anjing menyalak
setitik racun telah kureguk tanpa kurasai telah kureguk
setetes nila telah kukecap tanpa kurasai telah kukecap
madu terdahulu yang kupuji manisnya bermain ludah diatas lidah anjing
ambisimu tak tertandingi disetiap perbandingan segala pertandingan
serupa sepah menunggu sempat-----kau kerlingkan mata pada sembarang
tempat bersama anjing menggonggongi tulang-tulang rusukmu

sementara aku mencampur airmata ini
dengan darahku dan darahmu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar